"Disaat arah hatiku tak pernah berubah, selalu tertunju padamu. Kuharap segera mendapatkan jawabmu. Tapi kau tetap membisu dan menganggapku lalu. Hingga akhirnya bahagiamu hadir sebagai dukaku yang menyayat hati dan membuatku pilu. Wahai Dewa Dewi dilangit, dengarkan do'a dihari ulang tahunku, kusumpah serapah untuk derita dan kehancurannya".
***
Udara pagi musim gugur menembus masuk ke dalam kamar dan menerpa tubuhku yang mematung didepan cermin. Entah sudah berapa lama aku diam memandangi diri dan mengasihani dalam hati. Rambutku pun turut tersibak dan berantakan dibuatnya.
Kriiiiing!
Bunyi nyaring alarm handphone menyadarkan lamunku. Kulirik sekilas, menunjukkan pukul 08.00. Aku mendesah, segera kuhentikan suara berisik itu dan kembali kusisir rapi rambut panjangku didepan cermin cepat-cepat.
Aku bergegas keluar membawa tasku, tidak lupa kubalutkan syal berwarna toska dileherku. Kupandangi langit Kota Sydney, tampaknya musim dingin akan segera datang, hembusan angin kembali menggugurkan daun-daun kering di jalan.
Aku mempercepat langkah dan merapatkan coat-ku agar segera sampai kampus tempat waktu. Baru beberapa langkah, aku mendengar suara sayup-sayup sirine yang pelahan menjadi semakin jelas. Didepan sana terlihat pemadam kebakaran yang mencoba memadamkan api disalah satu ruko. Membuat banyak orang berkerumun disatu titik.
Tak jauh dari lokasi tadi, langkahku terhenti didepan gang kecil yang sepi. Mataku tertuju pada sosok lelaki tinggi dengan dada yang bidang sedikit tersibak dibalik kain putih yang dia kenakan. Seolah sedang menungguku, dia bergegas menghampiriku.
Aku mengerjapkan mataku berulang-ulang, tak percaya dengan apa yang kulihat. Lelaki berwajah putih, bermata biru, yang memiliki luka goresan dipipi yang perlahan pulih dengan sendirinya. Tak butuh waktu lama, luka-luka yang ada dibadannya pun juga menghilang.
Astaga!
Dia semakin mendekat, tatapan matanya yang tajam seolah membiusku dan membuat kakiku lemas tak berdaya. Pandanganku pun mendadak menjadi gelap.
Brraakkk!
***
Sinar matahari yang menembus jendela membuatku terbangun. Aku menggeliat pelan sambil meregangkan kaki dan tanganku, dengan posisi masih terbaring diatas ranjang, ranjang putih yang lembut.
'Apa! Ranjang putih?'
Mataku terbelalak saat menyadari bahwa ini bukan kamarku. Aku melihat jam tanganku, pukul 5 sore. Aku berusaha untuk tenang mengingat-ingat apa yang sedang terjadi padaku.
Tiba-tiba datang lelaki menggunakan sweater biru. Pandangan matanya tajam kearahku, lalu tersenyum. Tampan tapi menakutkan.
'Astaga! Lelaki berbusana putih yang kulihat tadi pagi. Bagaimana aku bisa bersamanya?'
Perlahan dia menghampiriku dengan kotak obat ditangan kanannya. Aku takut, dan aku hanya diam mematung.
"Sudah bangun?". Sapanya lembut.
Dan aku hanya diam.
Melihatku ketakutan. Bukannya menjauh, tapi dia semakin mendekat.
"Aku akan mengobati lukamu". Ucapnya, sambil memperlihatkan kotak obat yang dia bawa.
Jarakku semakin dekat dengannya. Terlihat mata biru dan rambut lurus rapi yang sedikit basah, membuatnya semakin terlihat manly. Lelaki tampan dengan postur tubuh yang tinggi dengan perlahan mengobati luka didahiku, akibat pingsan di pagi hari.
"Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kamu membawaku kesini?", tanyaku gemetar, yang tidak bisa menyembunyikan rasa penarasan sekaligus takut secara bersamaan.
Dia tersenyum samar, lalu terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang tepat. Dengan hati-hati ia berkata, "Aku Dionis, salah satu pengawal Dewi Hera. Dia adalah ratu dari dewa dan dewi dilangit, merupakah Dewi Pernikahan. Aku tinggal bersama dewa dewi yang ada dilangit. Tugasku adalah mendengarkan do'a-do'a kaum manusia yang menginginkan cinta, untuk kemudian dikabulkan. Akibat do'amu, Dewi Hera menjatuhkan bintang kesayangannya".
Mendengar penjelasannya, aku bingung. Dan kembali mengingat-ingat, do'a apa yang pernah kupanjatkan hingga seorang lelaki asing datang menghampiriku. Aku memang pernah berdo'a tapi bukan dia lelaki yang kuharapkan.
Semenjak Andra memilih untuk menikahi Laras, tak henti-hentinya aku berdo'a untuk kehancuran hubungan mereka, dan berharap Andra memilihku. Tapi jika memang Andra tak ditakdirkan denganku, aku tetap memohon kepada dewa dewi yang ada dilangit untuk menggoyahkan hati Andra, dan pergi menghampiriku.
"Apa kau tak ingat do'amu di malam ulang tahunmu? Kau berdo'a untuk kehancuran sebuah hubungan suci. Berbagai umpatan dan caci maki kau lontarkan hingga ke langit. Lalu kau harapkan kebahagiaan ditengah kehancuran".
'Ya, aku ingat semua do'a yang kupanjatkan di malam ulang tahunku, yang bertepatan dengan hadirnya berita pernikahan Andra dan Laras'.
Perlahan air mataku jatuh dipipi. Dan kurasakan tarikan lembut dan dekapan hangat, seolah turut mengobati luka hatiku. "Sudahlah, jangan mengangis. Kisahmu yang pilu membuat Dewi Hera ingin menghiburmu dengan menjatuhkan bintang kesayangannya ke bumi sebagai hadiah ulang tahun dan penghibur hatimu".
"Maksudmu?". Tanyaku heran.
"Bintang itu adalah aku. Karena Dewi Hera adalah dewi pernikahan dia tidak mungkin mengahancurkan hubungan dua manusia untuk memberikan cinta kepada manusia lain. Oleh karena itu, dia memberimu cinta yang baru. Kau mengerti, kan?".
Sulit untuk dipercaya. Aku mengerjapkan mata berulang kali depannya, tak percaya dengan apa yang kulihat dan yang kudengar. Aku benar-benar melihat lelaki yang kujumpai di pagi hari ada didepanku, dengan senyumnya yang tampan. Berbeda dengan senyumnya tadi pagi, senyumnya saat ini terlihat lebih menenangkan.
"Selamat ulang tahun, Anna". Lalu ia sematkan jepit rambut berbentuk bunga lotus di rambutku.
Ku dapati diriku tersenyum dan membalas pelukannya. Aku tak tahu kenapa aku merasa senang berada didekatnya. Padahal aku adalah orang yang sulit untuk dekat dengan laki-laki, terlebih kami baru bertemu dan belum saling mengenal.
Entah mantra apa yang ia ucapkan atau memang ia pemiliki pesona tersendiri untuk memikatku. Kali ini sungguh berbeda, dia mampu membuatku melupakan Andra yang sudah ada dihatiku selama 3 tahun ini.
Sumber : Pribadi |
***
Aku melenggang sendiri di malam yang sepi sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Kupercepat langkah kakiku, tak sabar untuk segera sampai dan memasak untuk Dionis.
Nyeess...
Sejenak langkahku terhenti. Gumpalan putih dingin perlahan turun dari langit malam Kota Sydney. Perlahan tapi pasti salju sudah menutupi sebagian jalan, dan menyelimuti daun dan ranting yang berguguran dimusim gugur kala itu.
Dingin sekali, aku merapatkan coat-ku dan kembali melangkah karena suhu semakin turun, dan angin musim dingin berhembus merasuk sampai ke tulang. Setibanya di apartemen, aku terkejut melihat seorang wanita cantik memakai gaun putih, berambut panjang terurai dihiasi mahkota yang berkilau dan memegang tongkat berujung lotus datang menghampiriku.
Dewi Hera!
Wanita itu adalah Dewi Hera. Bagaimana seorang dewi turun ke bumi. Tapi apa yang dia lakukan padaku. Dengan kedipan matanya, dia mencegahku untuk mendekati Dionis dan membuat tubuhku menjadi kaku dan lumpuh, tidak dapat bergerak sama sekali kecuali kedua bola mataku. Wajah Dionis tampak sedih melihatku.
"Sepertinya aku tidak bisa meminjamkan bintang kesayanganku terlalu lama. Dia menjadi semakin lemah jika telalu lama berada di Bumi. Aku rasa luka hatimu pun juga sudah pulih. Oleh karena itu, saatnya Dionis kembali ke langit. Kuizinkan kau memiliki ingatan tentangnya, tapi akan kuhapuskan perasaanmu kepadanya".
Aku sangat benci kondisi seperti ini. Membuatku sangat tak berdaya. Bagaimana bisa seorang dewi dengan tega melakukan ini semua kepadaku, kenapa dia mempermainkan perasaan manusia. Kemudian ia mulai mengayunkan tongkat lotusnya.
Cahaya yang keluar dari tongkat itu menyilaukan mataku. Bertepatan dengan itu, Dionis dan Dewi Hera menghilang ditelan cahaya putih yang kemilau. Setelah itu aku tak sadar dengan apa yang kualami saat itu.
***
"Anna sayang bangun, nak", terdengar suara mama sambil membelai kepalaku lembut.
Aku pun terbangun dan menemukan diriku diatas ranjang putih rumah sakit. Mama pun memelukku erat dan bersyukur karena aku akhirnya kembali bangun setelah tak sadarkan diri selama 3 hari. Mama bergegas memberitahu dokter bahwa aku sudah sadar.
Aku melihat diriku dicermin, ada jepit rambut berbentuk bunga lotus menghiasi rambut panjangku. Setelah mama masuk, aku bertanya siapa yang memberikan jepit rambut ini, karena aku selama ini tidak pernah menggunakan jepit rambut.
Mama hanya menggelengkan kepala, karena mama tidak mengetahui dari mana asalnya. Aku mulai berpikir, berarti itu bukan mimpi tapi aku bingung.
Mama menceritakan kalau aku ditemukan didalam apartemen dengan kondisi dahi yang terluka parah. Dokter mengira bahwa aku pingsan karena darah rendah, dan kepalaku menghantam benda tumpul sehingga terjadi pendarahan hebat dikepala yang membuatku tak sadarkan diri selama 3 hari.
"Sayang, ini ada undangan untuk kamu". Mama menyodorkan undangan, tertera dengan jelas, ada nama Andra dan Laras. Aku memang sempat mendengar lebih dulu kabar itu, tapi baru hari ini kuterima undangan pernikahannya.
Anehnya, hatiku tak sesakit saat pertama kali mendengar berita itu, justru aku turut berbahagia atas pernikahan Andra dan Laras. Aku mulai merenungkan hal-hal yang terjadi pada diriku beberapa hari ini.
Kuraba jepit rambut berbentuk bunga lotus, pandanganku menerobos keluar jendela memandang langit Kota Sydney yang cerah dimusim dingin. Tak seperti biasanya, ada satu bintang yang tampak berkilau disana.
Perlahan air mataku jatuh saat aku sadar ada sesuatu yang hilang, tapi entah apa, aku bingung. Tapi aku berterima kasih kepada dewa dan dewi dilangit, untuk perasaanku yang lebih ringan dari sebelumnya. Mungkin saat ini aku akan lebih dewasa seiring bertambahnya usiaku.
Happy birthday to me.
Banner Lomba Cerpen Ultah Gandjel Rel. |
Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi "Ulang Tahun" yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel dan link ke http://gandjelrel.com/